Selasa, 07 Juni 2011

GAYA EMOSI BAIK DAN GAYA EMOSI BURUK


“Media Massa telah ikut menciptakan keretakan yang tajam dalam emosi kita” seorang neurolog pernah mengatkan. Perkatan ini sekedar menunjukkan bahwea media massa (koran, televisi, majalah, internet) telah mengukuhkan dirinya sebagai lingkungan yang dijadikan bahan peniruan perbuatan manusia.  Media tidak lagi hanya sekedar memenuhi kebutuhan manusia akan informasi atau hiburan, tapi juga ilusi dan mimpi yang mungkin belum pernah disaksikan manusia.
Kita tentu setuju dengan pernyataan di atas,  bahwa lewat media massa manusia telah berhasil menciptkan ideologi, kepercayaan, anutan, dan pegangan hidup, yang dengan itu manusia secara sukarela menjadi pengikutnya. Apa pun yang disodorkan media massa (terutama televisi), selalu ada manusia yang menjadikannya sebagai bahan peniruan perbuatan. Tentu saja wajar jika kemudian emosi dan hati menjadi perantara munculnya manusia-manusia yang hanya karena seorang bintang film meninggal mereka pingin ikutan meninggal, cuma gara-gara penyanyi pujaannya menikah mereka menangis tersedu-sedu, atau karena artis idolanya memakai kaos junkies (kaos ketat dan ngatung di bagian puser yang sempat booming di mana-mana) mereka  serentak mengikutinya dengan perasaan bangga.
          Jika ini terjadi, maka yang muncul adalah emosi yang buruk. Gaya emosi seperti ini berasal dari hati yang tidak sehat. Karena hati berfungsi sebagai gerbang bagi masuknya nilai-nilai dari lingkungan di sekitar manusia, maka  jika hati sakit ia tak bisa berfungsi menyaring nilai-niali itu. Akal sehatnya terganggu oleh daya kritis dan selektifitasnya yang hilang. Akibatnya, yang buruk-buruk monggo saja.
Sebaliknya, emosi yang baik tercipta dari hati yang bersih. Gaya emosi ini hanya akan mengikat manusia kepada hal-hal yang baik saja. Karena hati dalam keadaan bersih dan sehat, maka emosi tidak bisa sembarangan mengikatnya dengan hal-hal yang buruk. Keadaan ini akan menciptakan kematangan akal sehat  dan kedewasaan mental. Dua hal ini akan menjadikan manusia memiliki kemampuan selektif yang dapat diandalkan.
MEMBERSIHKAN HATI, MENATA EMOSI
Karena emosi dan hati telah menjadi dua faktor yang saling bergantung, maka memelihara kebersihan ke dua-duanya merupakan usaha yang paling mungkin agar manusia tidak tersesat dalam gaya emosi yang buruk.
Mengusahakan agar hati senantiasa dalam keadaan bersih adalah dengan terus menerus meperkokoh hubungan vertikal dengan Allah SWT. Jika ini sudah tercipta, maka emosi akan mengikat hati dengan senantiasa mengingat Allah. Maka apapupn yang kemudian Allah perintah dan larang terhadap manusia, dia akan mengikutinya.
Hati yang bersih dan emosi yang telah tertata dapat terlihat pada murninya motivasi dan lurusnya orientasi setiap perbuatan yang dilakukan. So, jika kita marah, esdih, kesal, senang atau bahagia, semuanya berlandaskan hubungan vertikal kepada Sang Pemilik segala sesuatu.

0 komentar:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites